Kamis, 17 Mei 2012

SOLUSIO PLASENTA

Solusio Plasenta


Solusio Plasenta
Solusio plasenta merupakan lepasnya plasenta (organ yang memberi nutrisi kepada janin) dari tempat perlekatannya di dinding uterus (rahim) sebelum bayi dilahirkan.
Penyebab
Penyebab pasti dari solusio plasenta dapat sulit untuk ditentukan. Penyebab langsungnya jarang, antara lain meliputi:
  • Adanya luka pada daerah perut akibat jatuh, pukulan pada daerah perut, atau kecelakaan mobil.
  • Hilangnya volume uterus secara mendadak (dapat terjadi bersama dengan hilangnya cairan amnion/ketuban secara cepat atau setelah bayi kembar pertama dilahirkan).
Faktor risiko, meliputi:
  • Kelainan pembekuan darah (trombofilia)
  • Merokok
  • Penggunaan obat-obat narkotika seperti kokain
  • Diabetes
  • Konsumsi alkohol lebih dari 14 kali per minggu selama kehamilan
  • Tekanan darah tinggi selama kehamilan (sekitar separuh dari kejadian solusio plasenta yang mengakibatkan kematian bayi berhubungan dengan tekanan darah tinggi)
  • Riwayat solusio plasenta sebelumnya
  • Peningkatan distensi uterus (dapat terjadi pada kehamilan kembar atau volume cairan amnion yang sangat banyak)
  • Frekuensi persalinan yang sering sebelumnya
  • Ibu hamil berusia tua
  • Pecahnya ketuban sebelum waktunya (selaput ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu)
  • Fibroid Uteri
Solusio plasenta, yang berupa berapapun bagian plasenta yang terlepas sebelum persalinan, terjadi pada sekitar 1 dari 150 persalinan. Sementara untuk bentuk solusio plasenta yang berat dimana dapat menyebabkan kematian bayi, terjadi hanya pada sekitar 1 dari 800-1600 persalinan.

Gejala
  • Nyeri perut
  • Nyeri punggung
  • Kontraksi uterus yang sering
  • Kontraksi uterus terus menerus tanpa periode relaksasi
  • Perdarahan vagina
Pemeriksaan, meliputi:
  • Ultrasonografi (USG) abdomen
  • Hitung jenis darah lengkap
  • Monitoring janin
  • Kadar fibrinogen
  • Partial thromboplastin time
  • Pemeriksaan pelvis (rongga panggul)
  • Prothrombin time
  • USG vagina
Penanganan
Penanganan dapat melibatkan pemberian cairan intravena dan transfusi darah. Ibu hamil perlu dimonitor secara ketat untuk mengetahui adanya gejala-gejala syok. Bayi yang belum lahir perlu diawasi adanya tanda-tanda stres yang dapat berupa adanya denyut jantung abnormal.
Tindakan pembedahan sesar mungkin diperlukan untuk melahirkan bayi yang sangat prematur dan apabila hanya sedikit bagian plasenta yang terlepas, ibu hamil harus tetap dirawat di rumah sakit untuk observasi ketat dan dapat dipulangkan setelah beberapa hari apabila kondisinya tidak bertambah buruk.
Apabila janin dalam kandungan sudah cukup usia kehamilan maka dapat dilakukan persalinan per vagina yaitu apabila keadaan ibu dan bayi baik. Sedangkan bila keadaan ibu dan bayi tidak memungkinkan maka persalinan dapat dilakukan melalui pembedahan sesar.
Prognosis
Solusio plasenta tidak selalu menyebabkan kematian bagi ibu hamil yang mengalaminya. Namun bagaimanapun semua keadaan berikut ini dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi, antara lain:
  • Serviks (leher rahim) yang menutup
  • Diagnosis dan penanganan solusio plasenta yang terlambat
  • Perdarahan yang berlebihan, yang mengakibatkan syok
  • Perdarahan uterus yang tersembunyi selama kehamilan
  • Tidak adanya tanda-tanda persalinan
Pada sekitar separuh kasus solusio plasenta, stres pada janin terjadi di awal kejadian. Bayi yang masih hidup memiliki kemungkinan sebanyak 40-50% untuk mengalami komplikasi yang bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat.
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi dapat berupa perdarahan yang banyak dan berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya syok sampai dengan kematian ibu atau bayi.
Apabila perdarahan terjadi setelah proses persalinan dan kehilangan darah tidak dapat diatasi dengan cara lain, mungkin diperlukan tindakan histerektomi (pengangkatan uterus) pada ibu hamil.
Kapan saatnya untuk menghubungi tenaga kesehatan?
Hubungi tenaga kesehatan apabila ibu hamil mengalami kecelakaan bahkan untuk kecelakaan ringan sekalipun.
Hubungi dokter segera apabila terjadi perdarahan selama kehamilan dan ibu hamil perlu segera dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit apabila terjadi perdarahan vagina dan nyeri perut yang berat atau terjadi kontraksi beberapa kali selama kehamilan karena solusio plasenta dapat berkembang dengan cepat menjadi kondisi darurat yang mengancam jiwa ibu maupun bayinya.
Pencegahan
  • Hindari minuman beralkohol, merokok, atau penggunaan obat-obatan narkotika dan psikotropika selama kehamilan.
  • Pemeriksaan kehamilan ke dokter atau bidan sejak awal diketahui adanya kehamilan dan secara teratur selama masa kehamilan.
  • Mengenali dan mengatasi adanya masalah kesehatan pada ibu hamil seperti diabetes dan tekanan darah tinggi dapat menurunkan risiko terjadinya solusio plasenta.

Rabu, 09 Mei 2012

RETENSIO PLASENTA

  RETENSIO PLASENTA

    Pengertian
                Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
                Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta) (David, 2007)
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya untuk tertahan (Varney’s, 2007).
2.       Fisiologi plasenta
                Klasifikasi plasenta merupakan proses fisiologis yang terjadi dalam kehamilan akibat deposisi kalsium pada plasenta. Klasifikasi pada plasenta terlihat mulai kehamilan 29 minggu dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan, terutama setelah kehamilan 33 minggu. Selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat daripada pertumbuhan plasenta. Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar ¼ luas permukaan miometrium dan ketebalannya tidak lebih dari 2-3 cm, menjelang kehamilan aterm plasenta menempati sekitar 1/8 luas permukaan miometrium, dan ketebalannya mencapai 4-5 cm. Ketebalan plasenta yang  normal jaran melebihi 4 cm, plasenta yang menebal (plasentomegali) dapat dijumpai pada ibu yang menderita diabetes melitus, ibu anemia (HB < 8 gr%), hidrofetalis, tumor plasenta, kelainan kromosom, infeksi (sifilis, CMV) dan perdarahan plasenta. Plasenta yang menipis dapat dijumpai pada pre eklampia, pertumbuhan jani terhambat (PJT), infark plasenta, dan kelainan kromosom. Belum ada batasan yang jelas mengenai ketebalan minimal plsaenta yang masih dianggap normal. Beberapa penulis memakai batasan tebal minimal plasenta normal antara 1,5-2,5 cm.
3.       Patofisiologi
                Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
4.       Fisiologi pelepasan plasenta
                Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kotraksi dan retraksi miometrium  sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plsenta mulai melepaskan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berinteraksi pada area pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan ,mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001)
5.       Predisposisi retensio plasenta
                Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu:
a.       Grandemultipara
b.      Kehamilan ganda,sehingga memerlukan implantasi  plasenta yang agak luas
c.       Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
d.      Plasenta previa, karena dibagian ishmus uterus, pembuluh darah sedikit sehingga perlu masuk jauh kedalam
e.      Bekas operasi pada uterus
6.       Penyebab retensio plasenta
                Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta membranacea, plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala
Separasi/ akreta parsial
Plasenta inkarserata
Plasenta akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk fundus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang-banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
syok
sering
jarang
Jarang sekali
                                        
7.       Tertinggalnya sebagian palsenta
                Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. Penemuan secara dini hanya di mungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi uterus :
a.       Penemuan secara dini hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi uterus.
b.      Berikan antibiotika (sesuai intruksi dokter) karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjukan 3x1 g oral dikombinasi dengan metrodinazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral
c.       Lakukan eksplorasi digital (bidan boleh melakukan) (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase (dilakukan oleh dokter obgyn)
d.      Bila kadar HB < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar HB > 8 g/dL, berkian sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (sesuai petunjuk dokter kandungan).
8.       Tanda dan Gejala
                Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
                Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a.       Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b.      Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih dalam kedalam dinding rahim daripada biasa adalah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan precreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya desisua yang terlalu tipis.
c.       Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / melewati lapisan miometrium.
d.      Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e.      Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri
9.       Komplikasi
                Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
a.       Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
b.      Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
c.       Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
d.      Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi kanker (Manuaba, IGB. 1998:300)
10.   Penanganan Retensio Plasenta
Ø  Tentukan jenis retensio yang terjaid karena berkaitan dengan tindakan yang di ambil.
Ø  Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
Ø  Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes permenit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
Ø  Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual palsenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.
Ø  Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.
Ø  Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV / oral + metronidazole 1 g supositoria/oral).
Ø  Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
11.   Penanganan plasenta akreta
v  Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
v  Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menetukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk kerumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.
12.   Penatalaksanaan retensio plasenta
             Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta seiknya bidan harus mengambi beberapa sikap dalam menghadapi kejadian retensio plasenta yaitu :
a.       Sikap umum bidan melakukan pengkajian data secara subyekitf dan obyektif antara lain : keadaan umum penderita, apakah ibu anemis, bagaimana jumlah perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan fundus  uteri, mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkaserata, melakukan tes plasenta dengan metode kustner, metode klein, metode strastman, metode manuaba, memasang infus dan memberikan cairan pengganti.
b.      Sikap khusus bidan : pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak keluar dalam waktu 30 menit bidan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (Depkes, 2008).
c.       Prosedur palsenta manual dengan cara :
Langkah
Cara melakukan
Gambar
Persiapan: pasang set dan cairan infus, jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan, lanjutkan anastesia verbal atau analgesia per rektal, siapkan dan jelaskan prosedur pencegahan infeksi
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri: pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong; jepit tali pusat dengan klemp pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
Secara obstetrik masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat, setelah mencapai bukaan serviks, kemudian minta seorang asisten / penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus
http://www.bidankita.com/images/stories/manual%20plasenta%20a.jpg

Sambil menahan fundus uteri, masukkan tanagn kedalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi dalam (ibu jari merapat kadi telunjuk dan jari-jari lain merapat), tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplentasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebalah atas dan sisipkan ujung jaru-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tngan menghadap ke bawah (posterior ibu).
http://www.bidankita.com/images/stories/manual%20plasenta%20b.jpg

Bila di korpus depan maka pindahkan tangan kesebalah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dandinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu), setelah ujung-ujung jari masuk diantara palsenta dan dinding uterus maka perluasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke tangan kiri sambul geserkan ke atas (cranial ibu) hingg semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus


Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.
http://www.bidankita.com/images/stories/manual%20plasenta%20d.jpg

Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian intruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan membawa plasenta keluar (hindari adanya percikan darah)


Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simpisis) uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta dalam wadah yang telah disediakan.


Lakukan tindaan pencegahan infeksi dengan cara dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan, lepaskan dan rendam sarng tangan dan peralatan lainnya didalam larutan klorin 0,5% selam 10 menit, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering


Lakukan pemantauan pasca tindakan, pastikan tanda vital ibu, catat kondisi ibu, dan buat laporan tindakan, tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan, beritahukan pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan, lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum pindah ke ruang rawat gabung

Catatan :
a.       Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium).
b.      Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (miso[rostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
Indikasi melakukan plasenta manual
a.       Perdarahan mendadak sekitar 400-500 cc
b.      Riwayat HPP habitualis
c.       Post operasi
·         Transvaginal
·         Transabdominal
d.      Penderita dalam keadaan narkosa atau anesthesi umum.
Komplikasi plasenta manual
Komplikasi plasenta manual diantaranya :
a.       Perforasi karna tipisnya tempat implantasi palsenta
b.      Meningkatnya kejadian infeksi asenden
c.       Tidak berhasil karena perlekatan plasenta, dapat menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan
Dapat dikatakan plasenta manual pada retensio yang tidak menimbulkan perdarahan harus berhati-hati karena  kemungkinan perlekatan sangat erat, sehingga menimbulkan perdarahan.

Senin, 07 Mei 2012

Anemia pada ibu hamil

ANEMIA PADA IBU HAMIL

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
GEJALA ANEMIA PADA IBU HAMIL
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN.
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
EFEK ANEMIA PADA IBU HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS
Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu diwaspadai. Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan: Abortus, Missed Abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan: Persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan: tonia uteri, rtensio placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri.
SIMPULAN
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi. Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.

Pendarahan postpartum

PERDARAHAN POSTPARTUM (Post Partum Hemorrhagic)


PENDAHULUAN
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post partum.2
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.1
TINJAUAN PUSTAKA
I. PERDARAHAN POST PARTUM
Definisi
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Epidemiologi
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1
Klasifikasi
Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9
  1. Perdarahan post partum primer / dini  (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
  2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
Etiologi
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :1,9
a.   Etiologi perdarahan postpartum dini :
1. Atonia uteri
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
  • Umur yang terlalu muda / tua
  • Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
  • Partus lama dan partus terlantar
  • Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
  • Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio  plasenta
  • Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Laserasi  Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.
3. Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
4. Lain-lain
Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri
b.   Etiologi perdarahan postpartum lambat :
  1. Tertinggalnya sebagian plasenta
  2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
  3. Dari luka bekas seksio sesaria
Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. 9
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 9
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.9
Pencegahan dan Penanganan
Cara  yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.9
Penanganan umum pada perdarahan post partum :10
  • Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
  • Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
  • Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
  • Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
  • Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
  • Atasi syok
  • Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
  • Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
  • Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
  • Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
  • Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
II. RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST)
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.9 Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.5
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.6
Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:
  1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
  2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 5
  1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)
  2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.5
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :9
  • Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
  • Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
  • Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
  • Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5
III. TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI
Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :7,8
A. PERASAT CREDE’7
Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :
1.      Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2.      Teknik pelaksanaan
  • Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri
  • Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
B. MANUAL PLASENTA
Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.7
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.8
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.8
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.8
C. EKSPLORASI KAVUM UTERI
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.7
Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual. 7
IV. SYOK HEMORAGIK
Etiologi
Syok hemoragik pada pasien obstetrik/ginekologik dapat terjadi karena perdarahan akibat abortus, kehamilan ektopik terganggu, cedera pada pembedahan, perdarahan antepartum, perdarahan postpartum atau koagulopati. 11
Klasifikasi
  1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul, penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu terjadi asidosis metabolik).
  2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5 ml/kg BB/Jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik
  3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat. mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat mempertahankan perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria, penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung. 11
Patofisiologi
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri normal. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis respiratorik. 11
Gejala Klinik
  1. Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah tepi ringan, kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan merasa dingin
  2. Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik 90-100 mmHg, oliguri/ anuria. keluhan haus
  3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60 mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun. 11