PENYAKIT
YANG DI DERITA IBU SELAMA KEHAMILAN
DARI IBU YANG
BERMASALAH
A. BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN HEPATITIS B
Indonesia masih
merupakan negara endemis tinggi untuk Hepatitis B, di dalam populasi, angka
prevalensi berkisar 7-10%. Pada ibu hamil yang menderita Hepatitis B, transmisi
vertikal dari ibu ke bayinya sangat mungkin terjadi, apalagi dengan hasil
pemeriksaan darah HbsAg positif untuk jangka waktu 6 bulan, atau tetap positif
selama kehamilan dan pada saat proses persalinan, maka resiko mendapat infeksi
hepatitis kronis pada bayinya sebesar 80 sampai 95%. Perlu adanya komunikasi
aktip antara ibu, dengan dokter kandungan, dokter anak, atau dengan bidan
penolong agar memanajemen terhadap BBL dapat segera dimulai.
Definisi / Batasan Operasional (1,2,3,4,5,6)
Kriteria ibu
mengidap atau menderita hepatitis B kronik :
- Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan. (1,3,4)
- Bila status HbsAg positif tidak disertai dengan peningkatan SGOT/PT maka, status ibu adalah pengidap hepatitis B.(1,5)
- Bila disertai dengan peningkatan SGOT/PT pada lebih dari kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan @ 2-3 bulan, maka status ibu adalah penderita hepatitis B kronik.(5)
- Status HbsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HBeAg positif.(1,5)
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DENGAN
IBU HEPATITIS B
Penanganan secara multidisipliner antara dokter
spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan & kandungan dan spesialis
anak. Satu minggu sebelum taksiran partus, dokter spesialis anak mengusahakan vaksin
hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. Pada saat partus, dokter
spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin persalinan diltolong
bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar bidan dapat
juga memberikan imunisasi yang diperlukan.
Ibu yang menderita
hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif, dapat menularkan hepatitis B
pada bayinya :
·
Berikan dosis awal
Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya dalam
12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal
imunisasi hepatitis.
·
Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin
Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml)
disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya
dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).
Mengingat
mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak mempunyai
biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak
dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan
secepatnya.
·
Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan
(Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami
Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.
Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :
a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HbaAg
berkala pada usia 7 bulan (satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B
ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun. (7,9)
1)
Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan
pemeriksaan ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun. (7,9)
2)
Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali
tambahan dosis vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs
positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti
pada butir a. (8,9)
3)
Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg
tetap negatif, bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan
pemeriksaan lanjutan yang tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu
teknis. (10)
4)
Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg
positif, dilakukan pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih
positif, dianggap sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT,
USG hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan
HBV-DNA setiap 1-2 tahun. (1,4,5)
b.
Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan
pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila SGOT/P meningkat pada lebih dari 2
kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti
virus
Tatalaksana umum
Pemantauan tumbuh-kembang, gizi, serta pemberian
imunisasi, dilakukan sebagaimana halnya dengan pemantauan terhadap bayi normal
lainnya.
Pada HCV sebaiknya tidak memberikan ASI karena 20 %
ibu dengan Hepatitis C ditemukan Virus dalam kolostrumnya. Pada penelitian
Kumal dan Shahul, ditemukan infeksi HCV pada bayi yang tidak mengandung HCV RNA
padahal bayi-bayi tersebut mendapat ASI
eksklusif dari Ibu dengan HCV.
B. BAYI LAHIR DARIIBU DENGAN TUBERKULOSIS
Pada ibu yang menderita Tuberkulosis aktif, penularan
dapat terjadi sebelum bayi lahir melalui plasenta, atau menghirup amnion yang
tercemar, atau melalui pernapasan setelah bayi lahir. Ibu perlu berterus terang
pada dokter atau bidan dalam hal ini, karena sehubungan dengan pemberian vaksin
BCG dan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dapat menimbulkan abortus dan
kematian bayi.
Tuberkulosis kongenital amat sangat jarang, dapat
terjadi apabila terjadi infeksi aktif pada placenta. Yang sangat tinggi resiko
terjadi TB bayi adalah pada saat proses persalinan dan segera sesudah lahir.
Kematian TBC kongenital yang tidak diobati adalah 38%
dan yang diobati 22%, dengan gejala distres nafas, lethargi, panas, pembesaran
kelenjar getah bening, hepatosplenomegali. Bila selama hamil ibu mendapat
terapi Streptomycin atau Kanamycin, waspada terjadinya gangguan pendengaran
pada bayi.
Bila menderita
Tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari 2 bulan sebelum melahirkan, atau
didiagnosis TBC setelah melahirkan : (7)
·
Jangan diberi vaksin BCG saat setelah lahir;
·
Beri profilaksis Isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari secara
oral;
·
Pada umur 8 minggu lakukan evaluasi
kembali, catat berat badan dan lakukan pemeriksaan tes Mantoux dan radiologi
bila memungkinkan :
§ bila
ditemukan kecurigaan TBC aktif, mulai berikan pengobatan anti TBC lengkap
(sesuaikan dengan program pengobatan TBC pada bayi dan anak dan kirim ke pusat
pelayanan kesehatan setempat);
§ bila
bayi baik dan dan hasil tes negatif, lanjutkan pencegahan dengan isoniazid
selama waktu 6 bulan.
·
Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu
setelah pengobatan selesai. Bila
vaksin BCG sudah terlanjur diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu
setelah pengobatan INH selesai.
·
Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan.
Lakukan tindak lanjut terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk menilai kenaikan
berat bayi.
·
Obat yang diminum ibunya seperti INH,
Rifampisin, Ethambutol, aman untuk Breast Feeding. Tapi pemberian PAS pada ibu,
hati hati karena efek pada bayinya.
C. BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN DIABETES MELLITUS (7,8)
Bayi
lahir dari ibu dengan Diabetes Melitus, berisiko untuk terjadi hipoglikemia
pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik.
Ibu dengan DM mempunyai resiko kematian bayi lima kali dibanding ibu tidak
dengan DM., dan sering mengalami abortus ataupun kematian dalam kandungan. Bayi
dengan ibu DM mengalami Transient Hiperinsulinism yang dapat mengakibatkan Hipoglikemia,
Macrosomia pada bayi yang dilahirkan, dan dapat berakibat kesulitan
lahir. Tanda bayi hipoglikemia adalah Distres nafas, malas minum,
jitteriness, mudah terangsang, sampai kejang.
KADAR GLUKOSE DARAH RENDAH (HIPOGLIKEMIA)
Adalah bila kadar glukosa darah kurang dari
45 mg/dL (2,6 mmol/L)
MASALAH
a. Glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau
terdapat tanda Hipoglikemi.
b.
Glukose darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L) _ 45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda
Hipoglikemia.
PENGELOLAAN HIPOGLIKEMIA
a. Glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L)
atau terdapat tanda hipoglikemi
·
Pasang jalur IV jika belum terpasang.
·
Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus
pelan dalam lima menit.
|
·
Infus glukose 10% sesuai kebutuhan
rumatan.
·
Periksa kadar glukose darah satu jam
setelah bolus glukose dan kemudian tiap tiga jam :
-
Jika kadar glukose darah masih kurang
25 mg/dL (1,1 mmol/L), ulangi pemberian bolus glukose seperti
tersebut di atas dan lanjutkan pemberian infus